Salah satu deviasi orientasi seksual yaitu homoseksual, akhir-akhir ini semakin marak dibicarakan, khususnya di kalangan masyarakat awam. Malahan, homoseksual yang pada awalnya dianggap sebagai penyakit kini dijadikan sebagai gaya hidup bagi beberapa kalangan. Akan tetapi, secara mayoritas, masyarakat Indonesia masih homofobia atau anti terhadap homoseksual. Berbagai ejekan dan penolakan kerapkali dialami oleh homoseksual karena mereka dianggap memiliki gangguan jiwa, menentang kodrat dan agama, bahkan dikaitkan dengan penyakit HIV/AIDS. Hal tersebut menyebabkan sebagian dari homoseksual merasa tidak nyaman dengan keadaan dirinya, bahkan mereka merasa takut untuk mengungkapkan diri (self-disclosure) di tengahtengah masyarakat sebagai bagian dari proses coming-out mengenai eksistensi dirinya. Akibatnya, sebagian besar homoseksual terus bertahan dengan menyembunyikan statusnya di masyarakat. Sebagian yang lain berusaha untuk terbuka mengenai statusnya, sekalipun diliputi oleh ketakutan akan konsekuensi dengan tampil di hadapan umum. Sebelum melakukan self-disclosure yang merupakan bagian dari proses comingout, homoseksual harus melalui dua tahapan pertama yaitu self-acknowledgment dan selfacceptance. Setelah itu adalah melakukan self-disclosure kepada lingkungan pergaulan dan selanjutnya kepada keluarga. Banyak homoseksual menyadari bahwa mereka tidak mendapatkan dukungan dari orang tua dan keluarganya. Orang tua biasanya menjadi daftar terakhir dalam tahap disclosure, karena adanya ketakutan akan melukai perasaan orang tua, takut diusir, ditolak, takut orang tua menyesal mempunyai seorang anak homoseksual, serta norma sosial budaya yang menganggap omoseksualitas sebagai sesuatu yang tidak benar, tidak baik, dan tidak normal. |