Kekerasan terhadap perempuan meningkat secara kualitas maupun kuantitas, baik yang terjadi di wilayah publik maupun domestik. Sa!ah satu bentuk kekerasan terhadap perempuan yang paling besar kuantitasnya adalah kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga, berdasarkan pengalaman perempuan dan relawan pendamping / penasihat hukum serta pengalaman penegak hukum dalam menangani proses hukum kasus kekerasan terhadap perempuan dapat disimpulkan bahwa perempuan mengalami hambatan dalam proses penanganan kasus pidana di persidangan, penyebab dan hambatan tersebut terjadi karena sistem hukum yang meliputi substansi (peraturan perundang-undangan yang berlaku), struktur (kelembagaan atau para penegak hukumnya yaitu polisi, jaksa, dan hakim termasuk semua orang yang terkait dengan sistem peradilannya), maupun kultur hukum (sikap atau perilaku masyarakat), belum mengakomodir dan peka terhadap persoalan kekerasan dalam rumah tangga. Dengan sistem hukum yang tidak berkeadilan jender ini, maka tidak akan mampu menjawab kebutuhan perempuan akan keadilan dan keberpihakan. Untuk itu saran saya, sistem hukum yang selama mi ada hams dipeijuangkan agar menjadi suatu sistem hukum yang berkeadilan jernjer,terdapat beberapa upaya yaitu dengan menciptakan suatu kebijakan, instansi penegak hukum, dan budaya hukum masyarakat yang berkeadilan jender. Selain itu saran saya, wujud nyata agar sistem hukum menjadi berkeadilan jender adalah dengan melakukan perubahan sistem peradilan pidana ke arah sistem peradilan pidana berkeadilanjender dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan. |