Seorang anak dikatakan mengalami kesulitan belajar jika prestasinya dalam hal membaca, matematika, atau menulis berada di bawah prestasi yang diharapkan dapat diraih oleh anak seumurnya atau dapat diraih oleh anak dengan tingkat inteligensi yang sama dengannya (APA, 2000). Oleh karena itu, anak-anak berkesulitan belajar ini harus berjuang dengan sangat keras untuk dapat mengikuti pelajaran yang diberikan di sekolah. Meskipun mereka telah berjuang keras, namun biasanya mereka masih sering mengalami kegagalan secara akademis. Akibatnya, banyak anak-anak berkesulitan belajar yang mendapat pandangan negatif dari orang-orang di sekeliling mereka.Mereka sering mengalami penolakan dan sering diacuhkan oleh temantemannya.Bahkan ada beberapa anak yang jarang mendapatkan ekspresi kasih sayang dari orangtuanya (Smith, 1998). Kegagalan-kegagalan akademis serta perlakuan negatif dari lingkungannya diduga dapat memberikan dampak tertentu pada perkembangan kepribadian anak berkesulitan belajar. Berbeda dengan anak yang tidak berkesulitan belajar, anak-anak berkesulitan belajar ini tidak hanya menyadari bahwa dirinya tidak mampu mencapai prestasi yang seharusnya,namun mereka juga menyadari perlakuan negatif yang diberikan oleh orangorang di sekitarnya. Oleh karena itu, penelitian ini ingin melihat apakah apa perbedaan gambaran profil kepribadian antara anak berkesulitan belajar dengan anak tidak berkesulitan belajar.Untuk melihat perbedaan profil kepribadian antara anak berkesulitan belajar dengan anak tidak berkesulitan belajar, peneliti menggunakan Fairy Tale Test yang terdiri atas 29 subskala. Karakteristik sampel pada penelitian 4 ini adalah anak berkesulitan belajar dan anak tidak berkesulitan belajar yang berusia 6-12 tahun. Jumlah sampel yang dipergunakan adalah 25 anak untuk masing-masing kelompok.Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa terdapat perbedaan gambaran profil kepribadian antara anak berkesulitan belajar dengan anak tidak berkesulitan belajar pada subscale Ambivalence, Desire for Superiority, Sense of Property, ggression as Retaliation, Fear of Aggression, Oral Aggression, Oral Needs, Anxiety, Need for Affection, dan Relationship with Mother, sedangkan tidak terdapat perbedaan pada 19 subscales lainnya. Melalui hasil penelitian ini juga didapatkan bahwa anxiety yang paling sering dialami oleh anak berkesulitan belajar adalah anxiety of rejection dan anxiety of innability. Sedangkan defense mechanism yang paling sering digunakan oleh anak berkesulitan belajar adalah denial.Melalui penelitian ini dapat diperoleh kesimpulan bahwa sama seperti anak lainnya, anak-anak berkesulitan belajar juga memiliki kebutuhan akan kasih sayang yang cukup besar dari orangtua, terutama ibu. Namun, hubungan dengan ibu yang buruk dan tingginya kecemasan akhirnya menimbulkan konflik dalam diri anak yang membuat mereka melakukan defense mechanism dengan menyangkal kebutuhan mereka akan kasih sayang tersebut.Penyangkalan terhadap kebutuhan afeksi ini terlihat jelas dari tingginya frekuensi anxiety of rejection pada anak berkesulitan belajar ini. Mereka sangat cemas untuk ditolak atau ditinggalkan oleh orang-orang di sekitarnya.Kecemasan terhadap adanya penolakan dari orang-orang di sekitarnya diduga karena anak-anak berkesulitan belajar ini sering mengalami kegagalan,terutama dalam hal yang berkaitan dengan akademis.Saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah orangtua diharapkan dapat memberikan kehangatan dan perhatian yang dibutuhkan anak sehingga anak merasa diterima. Selain itu, guru di sekolah sebaiknya cukup peka terhadap kebutuhan anak dan mampu memotivasi anak untuk terus berusaha mengembangkan potensinya. Pihak sekolah juga diharapkan dapat melakukan berbagai kegiatan untuk mendukung proses belajar anak, seperti memberikan pelatihan kepada guru dan seminar untuk orangtua. |