DKI Jakata adalah ibu kota negara Repulik Indonesia, yang sering juga dikatakan sebagai kota metropolitan yang menawarkan berbagai macam aktivitas bagi penduduknya. Untuk mencapai tempat tujuan aktivitas tersebut dibutuhkan sarana tranportasi. Taksi merupakan salah satu pilihan sarana transportasi yang ada, dimana dengan menggunakan taksi penumpang akan enadapatkan rasa nyaman, memiliki privacy, serta menghemat waktu untuk mencapai tujuan. Salah perusahaan taksi di Jakarta yang berpengalaman serta citra yang baik di mata masyarakat adalah perusahaan BB. Citra baik yang dimiliki tersebut tidak terlepas dari kerja keras para pengemudinya sebagai pihak yang berinteraksi langsung dalam melayani penumpang. Pada bulan Oktober tahun 2005, terjadi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang cukup signifikan, dan menyebabkan kenaikan tarif taksi sebesar 34 %. Kenaikan tarif tersebut mengakibatkan meningkatnya tuntutan pekerjaan dari pengemudi taksi perusahaan BB. Tuntutan pekerjaan ini meliputi naiknya target pemasukan dengan berkurangnya jumlah penumpang, serta kondisi jalan di kota Jakarta yang semakin padat, yang secara langsung berimbas pada pendapat pengmudi yang semakin berkurang. Tuntutan pekerjaan yang ada tersebut dapat menimbulkan stres kerja. Sumber-sumber stres yang dimiliki oleh perusahaan BB meliputi faktor organisasi dan faktor individu, merupakan bagian dari faktor-faktor dalam kualitas kehidupan kerja. Salah satu hal yang menentukan apakah faktor-faktor tersebut akan berubah menjadi gejalagejala dari konsekuensi stres adalah persepsi individu itu sendiri. Ketika individu dapat mempersepsikan sumber stres yaitu faktor-faktor kualitas kehidupan kerja sebagai faktor-faktor yang telah terpenuhi, maka konskuensi stres yang ditimbulkan menjadi semakin rendah. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara kualitas kehidupan kerja dengan stres kerja pada pengemudi taksi perusahaan BB di Jakarta. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif dengan instrumen penelitian berupa alat ukur kualitas kehidupan kerja yang disusun bersama dalam penelitian payung, serta alat ukur stres kerja dengan acuan konsekusensi stres berdasarkan model Robbins (2003). Kedua buah alat tes yang dipakai telah diujicobakan, hasilnya valid dan reliabel, sehingga siap digunakan dalam pengambilan data di lapangan. Subyek penelitian adalah pengemudi taksi perusahaan BB di Jakarta yang berjumlah 100 orang,menggunakan tehknik statistisk pearson product momment sebagai perhitungan uji hipotesis.Berdasarkan hasil yang diperoleh, diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kualitas kehidupan kerja dengan stres kerja pada pengemudi taksi perusahaan BB, dimana hubungan tersebut adalah negatif. Intepretasi dari hasil penelitian ini menyatakan bahwa ketika kualitas kerja telah cenderung terpenuhi maka individu mempunyai stres kerja yang cenderung rendah. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, juga diketahui bahwa terdapat lima buah faktor dalam kualitas kehidupan kerja, yaitu faktor kompensasi yang adil dan memadai, faktor lingkungan kerja yang sehat dan aman, faktor pertumbuhan dan perkembangan, faktor rasa aman, serta faktor relevansi sosial, memiliki hubungan yang negatif signifikan dengan stres kerja pada pengemudi taksi perusahaan BB. Hal ini menunjukkan bahwa dengan cenderung terpenuhinya kelima buah faktor tersebut, stres kerja yang dimiliki cenderung rendah.Berdasarkan kesimpulan yang ada, maka saran yang dapat peneliti berikan pada perusahaan BB serta perusahaa pengelola taksi lainnya di Jakarta adalah lebih diperhatikannya kelima buah faktor dalam kualitas kehidupan kerja, yaitu faktor kompensasi yang adil dan memadai, faktor lingkungan kerja yang sehat dan aman, faktor pertumbuhan dan perkembangan, faktor rasa aman, serta factor relevansi sosial. Hal ini dikarenakan kelima buah faktor inilah yang berhubungan langsung dengan stres kerja dari para pengemudinya. Dengan demikian, stres kerja akan semakin rendah apabila para pengemudinya merasa kelima buah factor tersebut telah cenderung terpenuhi. Stres kerja yang cenderung rendah akan membuat kinerja yang dihasilkan menjadi semakin baik, dan pelayanan taksi menjadi semakin maksimal. |