| Keberhasilan ataupun kegagalan suatu perusahaan tidak terlepas dari sumber daya yang dimilikinya, yaitu sumber daya manusia yang paling utama dan sumber daya non – manusia (Winardi, 2003). SDM dituntut untuk dapat bekerja secara produktif guna mencapai tujuan – tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan. Namun, kenyataan yang ada menunjukkan bahwa seringkali karyawan justru berperilaku sebaliknya, yaitu perilaku kontra produktif. Misalnya, perilaku korupsi, mencuri waktu untuk keperluan pribadi, dan lain sebagainya. Perilaku kontra produktif tersebut menunjukkan rendahnya kualitas yang dimiliki oleh karyawan yang bekerja pada suatu perusahaan. Untuk itu,diperlukan unsur penting yang dapat meningkatkan efektivitas dari sikap dan kualitas dalam bekerja, dan istilah yang paling tepat untuk menggambarkan unsur tersebut adalah integritas. Integritas diartikan sebagai ketaatan yang kuat pada nilai moral yang menggambarkan benar dan salah dalam hidup individu. Dalam erkembangannya,integritas dapat dilihat dari dua sisi, yaitu overt integrity yang mengungkap sikap berkaitan dengan pencurian serta kontra produktif dan juga covert integrity yang merupakan trait dan sebagai prediktor dari kejujuran dalam pekerjaan (Hoffman,2000). Integritas juga dipengaruhi oleh dua hal, yaitu situasi dan manusia. Faktor manusia dalam berperilaku di masyarakat, juga dalam melakukan tugas atau pekerjaan sangat erat kaitannya dengan kepribadian yang dimilikinya. Dalam suatu organisasi, Robbins (2003) mengemukakan ada beberapa atribut kepribadian spesifik yang berpengaruh dalam pembentukan kerja karyawan, salah satunya adalah locus of control.Locus of control merupakan suatu set belief dari seseorang mengenai apa dan siapa yang mengatur reward dan punishment di dalam hidupnya, apakah berasal dari iv dalam dirinya (locus of control internal) atau berasal dari luar dirinya (locus of control eksternal). Dalam bekerja, Robbins (2003) mengatakan bahwa seseorang dengan locus of control internal cenderung lebih aktif dalam mencari informasi, dan lebih banyak usaha untuk mengendalikan lingkungannya. Sebaliknya, individu dengan locus of control eksternal cenderung kurang percaya akan kemampuan dirinya sendiri, ia lebih mudah dipengaruhi, dan lebih percaya kepada lingkungannya. Secara teoritis, peneliti berasumsi bahwa variabel locus of control berhubungan dengan variabel integritas kerja.Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian non-eksperimental yang bersifat korelasional, dimana pengambilan data dilakukan melalui kuesioner dengan teknik accidental sampling pada karyawan/karyawati PT Indofood di Jakarta. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala Internal-Eksternal (I-E Scale) dari Rotter (dalam Robinson & Shaver, 1973) untuk mengukur locus of control dan Skala Integritas yang merupakan hasil modifikasi dari skala overt dan covert integrity test (Hoffman, 2000) untuk mengukur integritas kerja. Peneliti endistribusikan 72 buah kuesioner dengan karakteristik sampel yang telah ditentukan sebelumnya.Hasil uji reliabilitas alat ukur locus of control sebesar 0,79, sedangkan hasil uji reliabilitas alat ukur integritas kerja untuk overt integrity sebesar 0,780, dan untuk covert integrity sebesar 0,738. Berdasarkan pengujian hipotesis penelitian dengan metode Pearson Product Moment, diketahui bahwa Ho1 ditolak, Ha1 diterima dan Ho2 diterima, Ha2 ditolak. Kesimpulan yang dapat diambil yaitu bahwa terdapat hubungan antara variabel locus of control dengan variabel overt integrity, namun tidak terdapat hubungan antara variabel locus of control dengan variabel covert integrity. |