Krisis finansial 1997 merupakan “lonceng peringatan” bagi perekonomian Indonsia, untuk menata ulang bangunan bisnisnya. Kelompok usaha nasional, pada umumnya mengalami kehancuran menghadapi krisis. Sementara perusahaan multinasional dan kelompok Usaha Kecil/ Menengah (UKM) mampu bertahan menghadapi goncangan. Kelompok usaha multinasional berhasil bertahan karena memiliki kelebihan dalam hal jaringan dengan kantor pusat dan sumber-sumber pendanaan di luar negeri, selain karena entitas bisnisnya yang memang lebih mapan. Sementara, UKM mampu bertahan karena sifat alamiahnya yang kecil, fleksibel, informal dan cepat bergerak. Pasca-krisis, salah satu agenda terpenting kita adalah mengembangkan model jaringan bisnis, terutama menyangkut bisnis nasional (domestik), yang memiliki keunggulan bersaing yang berkesinambungan dalam jangka panjang. Paper ini mengajukan agenda mengejar ketertinggalan bisnis dalam hal pengembangan “tata kelola” dalam arti yang luas. Salah satunya adalah pengembangan jaringan sistem bisnis yang kuat dengan cara mengintegrasikan kelompok UKM dalam bisnis berskala besar. |