Aktivitas waktu luang merupakan sesuatu yang sangat penting bagi banyak orang. Bahkan di dalam kenyataannya, aktivitas waktu luang mungkin akan menjadi sesuatu yang sangat penting dan memiliki makna di dalam kehidupan manusia. (Kelly, 1982). Berkaitan dengan aktivitas waktu luang jaman sekarang, salah satu aktivitas waktu luang yang sedang sangat digemari oleh kalangan masyarakat kota saat ini adalah clubbing, dan clubbing telah menjadi budaya industri yang utama (Malbon, 1999). Bahkan salah satu aktivitas hiburan yang sedang digemari oleh banyak remaja dan dewasa muda, adalah clubbing atau sering disebut sebagai dugem (Hyder, 1995). Clubbing dianggap oleh sebagian remaja sebagai atribut yang sedang digemari oleh kaum remaja. Clubbing dijadikan sebagai sarana untuk dianggap trendy oleh sebagian remaja, walaupun mereka menyadari adanya kontra dan anggapan negatif mengenai clubbing, serta pengaruh-pengaruh buruk yang mungkin saja dapat mereka terima saat sedang melakukan clubbing. Akan tetapi, ternyata ada pula sebagian remaja yang tidak menjadikan clubbing sebagai sarana untuk dianggap trendy dan diterima oleh teman-temannya, walaupun di antara mereka semua belum tentu menerima anggapan dari beberapa pihak yang kontra terhadap keberadaan clubbing sebagai suatu penyimpangan, atau clubbing sebagai ajang narkoba, alkohol, dan seks bebas. Adanya perbedaan pemilihan aktivitas waktu luang tersebut, dikarenakan adanya motif yang berbeda pula antara remaja yang memutuskan untuk clubbing atau tidak clubbing. Motif yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan penyebab, dorongan, atau alasan seseorang melakukan suatu aksi atau perilaku (Dictionary of American English, 1983). Untuk mengetahui motif yang mendorong seorang remaja hingga pada akhirnya melakukan clubbing, di sini peneliti berusaha melihatnya melalui archetypes yang ada di dalam diri setiap manusia, karena archetypes itu sendiri sebenarnya merupakan motif yang mendasari setiap perilaku manuisa, dimana archetypes mengisyaratkan pemenuhan dari dorongan dan motivasi dasar manusia. Archetypes diibaratkan sebagai petunjuk jalan saat seseorang dihadapkan pada banyak pilihan untuk mengejar segala sesuatu yang telah ditentukan oleh Tuhan di dalam hidupnya, sehingga archetypes menentukan pilihan seseorang di dalam hidupnya (Mark & Pearson, 2001). Dengan kata lain, adanya remaja yang memilih clubbing atau tidak clubbing, ditentukan oleh archetypes yang aktif di dalam diri remaja tersebut. Dalam penelitian ini, alat ukur yang digunakan oleh peneliti merupakan alat ukur archetypes yang di konstruksi oleh Carol S. Pearson, Ph. D, dan Hugh K. Marr, Ph.D, 4 yaitu The Pearson-Marr Archetype Indicator (PMAI). Alat ukur ini didasari oleh teori dari psikiater asal Swiss, C. G. Jung, dan didukung oleh penelitian dan aplikasi bertahuntahun dalam perkembangan pribadi, pendidikan, dan konseling. PMAI juga merupakan alat ukur yang reliabel, diuji secara tepat, dan valid (Mark, & Pearson, 2001). Dalam penelitian ini digunakan sampel sebanyak 233 subyek dengan karakteristik remaja berusia 18–21 tahun. Teknik sampling yang digunakan adalah nonrandom sampling. Berdasarkan hasil penelitian secara keseluruhan, archetype jenis jester merupakan jenis archetype yang paling dominan, baik pada remaja yang melakukan clubbing maupun pada remaja yang tidak melakukan clubbing. Akan tetapi, pada remaja yang melakukan clubbing, terdapat perpaduan antara jester, seeker, dan sage, sedangkan pada remaja yang tidak melakukan clubbing, di mana terdapat perpaduan antara jester, magician, dan sage. Warrior, caregiver, lover, ruler, creator, merupakan jenis archetype yang sama-sama menempati urutan tengah dari jenis archetype dominan, baik pada remaja yang melakukan clubbing maupun pada remaja yang tidak melakukan clubbing. Selanjutnya, destroyer, innocent, dan orphan, merupakan jenis archetype yang tidak begitu dominan, baik pada remaja yang melakukan clubbing maupun remaja yang tidak melakukan clubbing |