Anda belum login :: 23 Nov 2024 06:03 WIB
Detail
BukuPERBEDAAN KECERDASAN EMOSIONAL ANTARA REMAJA YANG MEMPERSEPSIKAN POLA ASUH ORANG TUANYA AUTORITATIF, OTORITER, DAN PERMISIF
Bibliografi
Author: DANNY IRAWAN YATIM (Advisor); Tobing, Christine Maniar
Topik: POLA ASUH ORANG TUA
Bahasa: (ID )    
Penerbit: Unika Atma Jaya     Tempat Terbit: Jakarta Selatan 12930    Tahun Terbit: 2007    
Jenis: Theses - Undergraduate Thesis
Fulltext: Christine Maniar Tobing's Undergraduate Theses.pdf (927.39KB; 116 download)
Abstract
Akhir-akhir ini konsep mengenai kecerdasan emosional semakin marak dibicarakan.Penelitian-penelitian mengenai konsep ini terus dikembangkan oleh para ahli.Hal ini terjadi karena memang banyak ahli telah menemukan bahwa kemampuan-kemampuan yang tercakup dalam kecerdasan emosional sangat dibutuhkan oleh seseorang, karena kemampuan-kemampuan ini dapat dijadikan pondasi untuk kesuksesan seseorang di masa yang akan datang.Kemampuan-kemampuan ini adalah kemampuan mengenali emosi (self-awareness),kemampuan mengelola emosi (self-control),kemampuan memotivasi diri (self-motivation),empati,dan kemampuan membina hubungan sosial (social skill) (Goleman,1999).
Untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan ini dibutuhkan proses yang panjang.Proses ini berawal dari lingkungan sosial yang terkecil,yaitu keluarga.Kehidupan keluarga memang merupa kan sekolah yang pertama untuk mempelajari emosi (Goleman,1999).Oleh karena itu tidak engherankan apabila orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam mengembangkan kecerdasan emosional anak (Oxley,1997).Saphiro (1997) mengatakan bahwa para peneliti yang mempelajari perilaku orang tua dalam menghadapi anak-anaknya menemukan adanya tiga gaya yang umum tentang bagaimana orang tua menjalankan perannya sebagai orang tua.Dalam dunia psikologi dan pendidikan hal ini disebut sebagai pola asuh. Baumrind (dalam Papalia & Olds, 2001) telah melakukan penelitian terhadap 95 keluarga beserta anak-anak mereka dan menemukan bahwa tiga kategori pola asuh di atas dapat mempengaruhi perilaku anak-anak mereka,yaitu pola asuh autoritatif,otoriter,dan permisif.Stanley Hall (dalam Santrock, 2004) mengatakan bahwa masa remaja adalah periode storm and stress atau “badai dan tekanan”, suatu masa di mana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan hormon.Pada masa ini emosi sering tampak sangat kuat, tidak terkendali dan berkesan irasional.Oleh karena itu, mengingat bahwa masa remaja merupakan masa yang paling banyak dipengaruhi oleh lingkungan dan teman-teman sebaya, maka, dalam rangka menghindari hal-hal negatif yang dapat merugikan dirinya sendiri dan orang lain, remaja hendaknya memahami dan memiliki kecerdasan emosional (Mu’tadin, 2002) seperti yang telah digambarkan di atas, karena terbukti dengan menipisnya kemampuan ini,remaja semakin terhadap segala permasalahan yang dihadapinya (Goleman, 1999; Saphiro, 1997).Permasalahan ini akan dikaitkan dengan apa yang terjadi pada sekolah SMA St. Bellarminus, Jakarta.Berdasarkan Ujian Negara tahun 2005 yang lalu, Departemen Pendidikan DKI Jakarta menyusun Peringkat Sekolah SMA dan SMK Provinsi DKI Jakarta,di mana SMA St. Bellarminus berada pada peringkat 129 (Dikmenti DKI, 2005, jauh berbeda dengan peringkat akreditasi dari sekolah tersebut yaitu Akreditasi A pada peringkat 26.Dengan rata-rata skor IQ mereka adalah 108, 15, yang berdasarkan skala deviasi menurut skala IST tersebut berada dalam kategori “rata-rata cerdas”, seharusnya sekolah ini dapat memiliki prestasi yang lebih baik.Oleh karena itu, peneliti ingin melihat faktor lain yang mungkin mempengaruhi hal ini, yaitu kecerdasan emosional.
Dalam penelitian ini, peneliti ingin menguji apakah ada perbedaan kecerdasan emosional di antara siswa yang memiliki persepsi pola asuh autoritatif, otoriter, dan permisif.Lebih jauh lagi, peneliti juga ingin melihat perbedaan tersebut dalam setiap aspek kecerdasan emosional, serta mencari tahu tipe pola asuh manakah yang berbeda.Pengujian terhadap hipotesis tersebut dilakukan dengan One-Way ANOVA, sebuah teknik analisa statistik yang digunakan untuk menguji perbedaan mean pada lebih dari 2 (dua) kelompok.Penelitian ini bersifa non-eksperimental, di mana peneliti tidak dapat menciptakan atau memanipulasi variabel-variabel yang dikehendaki pada diri subjek.Teknik yang digunakan dalam pemilihan sampel adalah accidental sampling, yaitu salah satu desain pengambilan sampel yang tidak memerlukan karakteristik visual tertentu (Kerlinger & Lee, 2000).
Sebelum melakukan pengambilan data, peneliti terlebih dahulu menyusun alat ukur kecerdasan emosional dan alat ukur persepsi pola asuh. Berdasarkan perhitungan reabilitas menggunakan Alpha Cronbach terhadap data hasil uji coba, ditemukan bahwa reabilitas alat ukur kecerdasan emosional memiliki reabilitas 0.9206, reabilitas alat ukur persepsi pola asuh autoritatif adalah 0.9587, reabilitas alat ukur persepsi pola asuh otoriter adalah 0.9305, dan reabilitas alat ukur persepsi pola asuh permisif adalah 0.9251.Setelah data hasil penelitian terkumpul, kemudian dilakukan analisis data. Diperoleh hasil bahwa ada perbedaan kecerdasan emosional yang signifikan antara remaja yang mempersepsikan pola asuh orang tuanya autoritatif, otoriter, dan permisif. Kemudian setelah dianalisa lebih lanjut dengan menggunakan Multiple Comparison oleh Bonferroni, ditemukan bahwa kecerdasan emosional siswa dengan persepsi pola asuh autoritatif yang berbeda secara signifikan.Melihat bahwa mean kelompok ini paling tinggi di antara ketiga kelompok tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa siswa yang mempersepsikan pola asuh orang tuanya autoritatif memiliki kecerdasan emosional lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang mempersepsikan pola asuh orang tuanya otoriter dan permisif.
Selain itu, peneliti juga menguji hipotesis lain sehubungan dengan aspek-aspek kecerdasan emosional itu sendiri. Dari pengujian menggunakan One-Way ANOVA, ditemukan bahwa pada aspek kecerdasan emosional self-awareness, self-control, dan self-motivation terdapat perbedaan yang signifikan antara ketiga kelompok siswa, sementara pada aspek emphaty dan social skill tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara ketiga kelompok siswa tersebut. Melalui pengujian dengan Multiple Comparison Bonferroni, ditemukan bahwa siswa yang mempersepsikan pola asuh orang tuanya autoritatif memiliki self-awareness yang lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan siswa yang mempersepsikan pola asuh orang tuanya permisif, siswa yang mempersepsikan pola asuh orang tuanya autoritatif memiliki self-control yang lebih tinggi secara seignifikan dibandingkan dengan siswa yang mempersepsikan pola asuh orang tuanya permisif, dan siswa yang mempersepsikan pola asuh orang tuanya autoritatif juga memiliki self-motivation yang lebih tinggi dibandingkan siswa yang mempersepsikan pola asuh orang tuanya otoriter.
Opini AndaKlik untuk menuliskan opini Anda tentang koleksi ini!

Lihat Sejarah Pengadaan  Konversi Metadata   Kembali
design
 
Process time: 0.421875 second(s)