Era reformasi ini ditandai dengan komitmen untuk mempraktikkan sistem demokrasi secara substantif, terutama adanya dukungan terhadap kebebasan dan partisipasi politik rakyat tinggi, yang dimanifestasikan dalam bentuk kebebasan untuk mendirikan partai baru beserta ideologinya serta penyelenggaraan pemilihan umum secara bebas dan adil. Partisipasi politik ini menjadi salah satu indikator utama demokrasi, sehingga semakin banyak partisipasi pada umumnya dianggap sebagai sesuatu yang baik; dan sebaliknya, semakin kurang partisipasi dianggap sebagai sesuatu yang buruk. Partisipasi politik ini terjadi karena sejumlah warga tertentu meyakini bahwa aspirasi atau kepentingan mereka dapat dipenuhi atau setidaknya dihormati oleh pembuat keputusan. Dalam masyarakat yang plural dan multikultur, memenuhi semua aspirasi dan kepentingan bukanlah merupakan hal yang mudah. Ini berarti bahwa sebagian dari aspirasi dan kepentingan itu mungkin tidak dapat dipenuhi, dan hal ini dapat menyebabkan kondisi yang tidak memuaskan, yang kemudian dapat mengarah kepada protes atau bahkan konflik dan kekerasan antar anggota kelompok sosial atau politik. Dalam kenyatannya, pada era reformasi ini muncul sejumlah konflik antar warga, yang jumlahnya justru melebihi kasus konflik yang terjadi pada masa sebelumnya (Orde Baru), yang pemerintahannya justru bersikap otoriter dan kurang mendukung kebebasan. |