Satu bentuk kejahatan yang ada adalah kejahatan yang dilakukan oleh pelaku kejahatan yang mengalami deviasi seksual. Contoh yang terakhir kita dengar adalah seorang warga negara yang mengalami deviasi seksual berupa pedofilia dan homoseksualitas asal Australia bernama Peter W. Smith yang telah mencabuli 50 anak. Selain pedofilia macam-macam deviasi seksual itu adalah fethisisme, transvestisme fethistik, eksibisionisme, voyeurisme, sadomasokisme, homoseksualitas, dan lain-lain. Deviasi seksual ini menarik untuk dibahas karena termasuk ke dalam salah satu dari berbagai macam gangguan jiwa yaitu termasuk gangguan kepribadian. Gangguan jiwa termasuk ke dalam alasan pemaaf yang terdapat pada pasal 44 KUHP, namun tidak terdapat pembatasan mengenai jenis-jenis gangguan jiwa yang dapat dimintai pertanggungjawaban ataupun yang tidak dapat dimintai pertanggungjawaban. Karena itu penulis ingin membahas mengenai seberapa besar batasan pertanggungjawaban pidana pelaku kejahatan yang mengalami deviasi seksual. Pertanggungjawaban pidana selalu dikaitkan dengan keadaan mental si pelaku, dengan kata lain hanya pelaku yang mentalnya sehat saja pertanggungjawaban itu dapat dijatuhkan. Dari hasil penelitian diketahui bahwa deviasi seksual walaupun masuk ke dalam gangguan jiwa tetapi tidak memenuhi unsur-unsur yang terdapat pada pasal 44 KUHP. Penderita deviasi seksual ini dianggap masih mampu untuk mengerti makna dan akibat dari perbuatannya, dapat menginsyafi perbuatannya serta dapat menentukan kehendaknya atas perbuatan yang dilakukan, sehingga telah memenuhi unsur-unsur kemampuan bertanggung jawab. |