Pada tahun 1994, semua wilayah perwalian dibawah pengawasan Dewan Perwalian sudah memiliki pemerintahan sendiri atau merdeka sehingga tugas Dewan Perwalian telah selesai. Piagam PBB juga mengatur wilayah yang tidak termasuk sistim perwalian yaitu wilayah yang belum berpemerintahan sendiri. Pada tahun 1960 lahirlah Deklarasi Dekolonisasi yang memuat prinsip penting bagi pelaksanaan hak penentuan nasib sendiri bagi bangsa yang belum berpemerintahan sendiri. Maka Majelis Umum PBB membentuk badan subsider untuk dapat melaksanakan Deklarasi Dekolonisasi yaitu Komite Dekolonisasi PBB, dengan fungsi untuk membuat rekomendasi mengenai perkembangan pelaksanaan Deklarasi Dekolonisasi tersebut. Setelah Timor Leste mencapai kemerdekaan maka jumlah wilayah yang belum berpemerintahan sendiri tersisa 16 wilayah lagi, termasuk Sahara Barat. Apakah daerah ini merupakan bagian dari Moroko atau menjadi milik Republik Demokratis Arab Sahrawi masih dipertentangkan. Maka Komite Dekolonisasi PBB berupaya membantu menyelesaikan konflik yang menyebabkan referendum belum dapat dilaksanakan. Permasalahan yang akan dibahas adalah fungsi apakah yang harus dilakukan Komite Dekolonisasi PBB agar membuka peluang bagi Sahara Barat dalam menentukan nasib sendiri? Dalam membahas permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan metode penelitian yaitu gramatikal, historis, sistematis, teleologis, dan analogis. Hasil penelitian menyatakan bahwa dalam pelaksanaan fungsi Komite Dekolonisasi PBB di Sahara Barat, Komite tersebut telah melaksanakan sesuai dengan fungsinya dengan memberikan rekomendasi atau saran kepada Majelis Umum PBB dalam menerapkan Deklarasi Dekolonisasi dan resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa lainnya yang berkaitan dengan dekolonisasi. |