Partisipasi wanita Indonesia dalam kegiatan ekonomi semakin meningkat dari tahun ke tahun, kegiatan ini diwujudkan dengan cara berwirausaha untuk membantu ekonomi rumah tangga. Menjadi seorang wirausaha bukanlah hal yang mudah dilakukan oleh seorang wanita sebab mereka dituntut untuk bekerja keras, berani mengambil resiko dan menghadapi peran baru dalam dunia bisnis. Menurut Lavoie (1984/85), wirausaha wanita adalah seorang wanita yang mengelola suatu bisnis dengan menciptakan suatu ide serta usaha yang baru, mereka berani untuk mengambil resiko keuangan, administrasi, tanggung jawab sosial dan secara efektif dapat mengawasi sistem manajemen usahanya. Seorang wirausaha juga akan mengalami suatu situasi pasat surut, ada kalanya wirausaha tersebut akan mengalami kegagalan ataupun kesuksesan dalam menjalankan suatu usaha. Kecenderungan setiap individu akan mengemukakan alasan-alasan penyebab dari kegagalan ataupun kesuksesannya ini melalui suatu dimensi yang disebut sebagai locus of control. Selain locus of control peneliti juga tertarik untuk melihat self esteem yang dimiliki oleh wirausaha. Menurut Tafarodi (2001) self esteem memiliki dua dimensi yaitu self liking dan self competence. Penilaian individu terhadap dirinya sendiri apakah dapat menerima atau tidak menerima keadaan dirinya disebut dengan self liking, sedangkan yang berhubungan dengan kemampuan dan kinerja sebagai seorang wirausaha disebut dengan self competence. Sampel penelitian yang digunakan adalah wirausaha wanita yang memiliki omzet dibawah 1 miliar atau termasuk dalam usaha kecil. Sedangkan tekhnik pengambilan sampel dilakukan dengan accidental sampling, penetapan subjek dilakukan dengan persyaratan yang telah ditetapkan oleh peneliti. Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif yang bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang locus of control dan self esteem (self liking dan self competence) pada wirausaha wanita. Peneliti menggunakan kuesioner alat ukur locus of control dan self esteem (self liking dan self competence). Alat ukur locus of control dalam penelitian ini menggunakan alat ukur yang dikembangkan oleh Rotter (dalam Robinson&Shaver 1973). Alat ukur self esteem menggunakan alat ukur yang dikembangkan oleh Tafarodi (2001). Alat ukur ini terdiri dari dimensi self liking dan self competence. Selain kedua alat ukur ini peneliti juga menggunakan data demografi yang digunakan untuk mengetahui gambaran dari para wirausaha wanita. Sebelum melakukan tahap pengumpulan data peneliti melakukan proses uji validitas dan reliabilitas. Dalam melakukan uji validitas alat ukur locus of control peneliti menggunakan Korelasi point biserial sedangkan untuk alat ukur self esteem (self liking dan self competence) peneliti menggunakan korelasi Pearson. Uji Reliabilitas alat ukur locus of control menggunakan Kuder Richardson sedangkan alat ukur self esteem (self liking dan self competence) menggunakan Alpha Cronbach. Dari hasil uji reliabilitas dapat disimpulkan bahwa alat ukur locus of control dan self esteem (self liking dan self competence) cukup reliabel. Dari hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa berdasarkan faktor demografi dari usia, latar belakang pendidikan, jumlah omzet dan lamanya membuka usaha wirausaha wanita memiliki locus of control internal, self liking dan self competence yang tinggi. Dari kelompok usia (youngadulthood dan middleadulthood) latar belakang pendidikan (SMU ke bawah dan diatas SMU), serta jumlah karyawan (dibawah 6 orang dan lebih dari 6 orang) menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan locus of control, self liking dan self competence. Dari lamanya membuka usaha (dibawah 10 tahun dan lebih dari 10 tahun) serta kepemilikan kerabat menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan locus of control dan self competence. Sedangkan dari jumlah omzet pada strata 1 dan 2 serta pada strata 3, 4 dan 5 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan locus of control dan self liking. Dari lamanya membuka usaha menunjukkan bahwa wirausaha yang membuka usaha dibawah 10 tahun memiliki self liking lebih tinggi dibandingkan dengan yang lebih dari 10 tahun. Sedangkan wirausaha yang memiliki kerabat entrepreneur juga memiliki self liking yang tinggi dibandingkan dengan wirausaha yang tidak memiliki kerabat sebagai entrepreneur. Hasil terakhir dilihat dari jumlah omzet menunjukkan bahwa strata 3, 4 dan 5 memiliki self competence yang tinggi dibandingkan dengan strata 1 dan 2. Selanjutnya saran yang dapat diberikan oleh peneliti mengenai topik ini adalah menjadi seorang wirausaha perlu melakukan perubahan serta mengembangkan ide seperti menciptakan produk yang memiliki ciri berbeda dari produk lain dan menjadi seorang wirausaha perlu memiliki locus of control internal, self liking dan self competence yang tinggi sebab percaya terhadap kemampuan yang dimiliki oleh diri sendiri dapat membawa kesuksesan. |