Penelitian ini dibuka dengan banyaknya fenomena homoseksual di Indonesia. Sebagai fenomena yang marak berkembang, pasangan homoseksual, terutama pria, memiliki tempat-tempat pertemuan, ciri serta karakteristik khas. Permasalahan yang muncul adalah sampai sekarang ini belum ada kajian teoritis yang dapat menjelaskan serta menggambarkan karakteristik khas kelompok pria dengan orientasi seksual homoseksual. Selain itu, kajian teoritis juga belum dapat menjelaskan perbedaan karakteristik kepribadian kelompok pria dengan orientasi seksual homoseksual dan kelompok pria dengan orientasi seksual heteroseksual.Dengan dilakukannya penelitian ini, peneliti mengharapkan hasil penelitian dapat menggambarkan karakteristik kepribadian yang dimiliki oleh kelompok pria dengan orientasi seksual homoseksual serta kelompok pria dengan orientasi seksual heteroseksual. Selain itu, peneliti mengharapkan hasil yang diperoleh dapat menjelaskan perbedaan gambaran kepribadian kelompok pria dengan orientasi seksual heteroseksual dan kelompok pria dengan orientasi seksual homoseksual.Dalam mendapatkan hasil gambaran, peneliti menggunakan alat tes psikologis. Hal ini disebabkan karena alat tes psikologis dapat melihat respon individu pada kondisi yang berbeda-beda. Tes kepribadian dipilih oleh peneliti karena tes tersebut dapat mengetahui struktur dasar manusia. Dengan mengetahui secara jelas dan detail struktur dasar manusia, peneliti dapat menggambarkan dinamika tingkah laku, dan meramalkan tingkah laku yang akan dilakukan oleh manusia.Peneliti juga menggunakan teknik proyeksi (projective techniques). Hal ini dimaksudkan karena stimulus yang ambigu yang dimiliki oleh tes proyeksi dapat memunculkan motivasi yang tidak disadari, bahkan juga dapat memunculkan konflik yang ditutupi oleh individu tersebut. Dengan demikian, tes proyeksi dapat lebih mengekplorasi struktur dasar manusia secara lebih mendalam.Salah satu jenis tes proyeksi yang digunakan peneliti adalah Wartegg Test. Wartegg Test tercetak dalam selembar kertas yang di dalamnya berisikan delapan buah kotak dengan kerangka garis tebal. Setiap kotak memiliki sebuah rangsang yang saling berbeda antara satu kotak dengan yang lain. Rangsang tersebut akan memiliki asosiasi dengan area psikologis tertentu ketika diinterpretasi. Dalam pelaksanaannya, sampel penelitian diinstruksikan untuk membuat gambar dalam setiap kotak dimana setiap rangsang di dalam kotak harus menjadi bagian dari gambar yang akan dihasilkan. Rangsang-rangsang tersebut digunakan sebagai sarana untuk mendapatkan gambaran menyeluruh mengenai cara seorang manusia dalam menerima, merasakan serta melakukan asosiasi.Penelitian ini dipermudah dengan adanya teknik skoring baru yang diciptakan oleh Prof. Alessandro Crissi yang analog dengan tes Rorschach, yakni the Evocative Character (C. E.) dan the Affective Quality (Q. A.), maka peneliti ingin mencoba menggambarkan perbedaan karakteristik kepribadian kelompok pria dengan orientasi seksual homoseksual dan pria dengan orientasi seksual heteroseksual.Bersama-sama dengan skoring The Formal Quality (Q. F. ) serta analisis content dan frekuensi popular-original, maka peneliti menemukan bahwa kelompok pria dengan orientasi seksual homoseksual berbeda secara signifikan dengan kelompok pria dengan orientasi seksual heteroseksual dalam hal pengakumulasian energi seksual, pengakumulasian sifat empati, kepekaan terhadap rangsang yang memiliki unsur maskulin dan feminim, dinamika menghadapi konflik, serta pola relasi sosial. Pria dengan orientasi seksual homoseksual terlihat lebih memiliki energi seksual yang besar, lebih memiliki sifat empati yang besar, lebih peka terhadap unsur maskulin dan feminim, lebih dapat menghadapi konflik tanpa agresi serta memiliki proporsi relasi sosial yang lebih besar. |