Banyak pasangan kembar identik yang sedang melewati masa remaja merasakan masa ini merupakan masa yang sulit dalam hubungan mereka satu sama lain, karena tidak mudah mengetahui bagaimana menjadi berbeda dari pasangan kembarnya. Pada remaja kembar identik, masalah yang biasanya dialami yaitu masalah seputar perbandingan, persamaan, perbedaan maupun persaingan yang datang baik dari orang lain maupun dari diri mereka sendiri. Hal ini dapat mengganggu proses pencapaian salah satu tugas perkembangan terbesar pada remaja, yaitu mengembangkan diri sebagai individu yang unik, yang kemudian dapat mempengaruhi proses pembentukan konsep diri. Konsep diri adalah gambaran, perasaan serta penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri dan menentukan perilakunya, yang mulai terbentuk ketika seseorang memasuki usia remaja. Sekolah berperan penting dalam pembentukan konsep diri remaja, karena konsep diri remaja sangat dipengaruhi oleh relasi dengan teman sebaya dan guru. Hal ini disebabkan karena remaja lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah. Sebagai pasangan remaja kembar identik, mereka selalu memiliki pesaing yang sama dalam berbagai ciri, baik fisik, jenis kelamin, kebiasaan dan minat. Iklim persaingan dan perbandingan terus menerus ini akan semakin tajam apabila mereka berada selalu pada satu lingkungan yang sama, di mana lingkungan yang paling signifikan bagi remaja adalah sekolah. Maka penelitian ini ingin melihat apakah ada perbedaan konsep diri antara remaja kembar identik yang bersekolah di sekolah yang sama dengan remaja kembar identik yang bersekolah di sekolah terpisah.Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian non eksperimental dengan jumlah sampel keseluruhan sebesar 92 orang, 46 orang kembar identik sekolah sama dan 46 orang kembar identik sekolah terpisah. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive sampling. Rentang usia yang diambil antara usia 12 hingga 18 tahun. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner konsep diri Tennesse Self-Concept Scale (TSCS) dari William H. Fitts. TSCS ini mencakup 4 aspek yaitu aspek harga diri, sikap defensif, integritas diri dan keyakinan diri serta 8 komponen yaitu komponen identitas diri, perilaku, kepuasan diri, diri fisik, diri moral etika, diri pribadi, diri keluarga dan diri sosial. Uji validitas yang dilakukan pada skala konsep diri ini menghasilkan angka antara -0.321 – 0.628 dengan jumlah pernyataan yang diterima sebanyak 86 pernyataan dari 100 pernyataan, dengan reliabilitas sebesar 0,949.Data penelitian dianalisa menggunakan teknik t-test dengan bantuan program SPSS 13.0. Didapatkan hasil t-tabel sebesar 1,991. Hasil yang diperoleh adalah tidak ada perbedaan konsep diri antara remaja kembar identik yang bersekolah di sekolah yang sama dengan remaja kembar identik yang bersekolah di sekolah yang terpisah. Konsep diri kedua kelompok sama-sama sedang, artinya kedua kelompok memiliki penilaian yang cukup positif dalam memandang dirinya sendiri dan memiliki cukup kepercayaan diri.Penelitian ini masih jauh dari sempurna. Beberapa kelemahan penelitian ini dibahas di bagian diskusi. Kelemahan pertama yaitu pengambilan data yang melalui pos, sehingga proses pengerjaan kuesioner tidak dapat dikontrol seperti adanya kemungkinan terjadinya kerjasama. Kelemahan kedua, sampel penelitian mungkin memiliki rentang usia yang terlalu jauh, sehingga ada resiko munculnya perbedaan dikarenakan faktor usia tersebut.Berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut, peneliti berusaha memberikan beberapa saran untuk penelitian selanjutnya. Untuk dapat lebih mengontrol proses pengerjaan kuesioner sebaiknya pengambilan data tidak dilakukan melalui pos. Lalu sebaiknya rentang usia sampel penelitian tidak terlalu jauh. Untuk penelitian anak kembar selanjutnya dapat diteliti perbedaan konsep diri antara remaja kembar dengan remaja bukan kembar, atau antara remaja kembar identik dengan remaja kembar fraternal. Sedangkan saran praktis dari penelitian ini adalah ada baiknya orangtua dapat mulai mengarahkan mereka untuk aktif dalam kegiatan yang berbeda sesuai dengan minat mereka masing-masing, baik sekolah maupun kegiatan luar sekolah, agar mereka mendapatkan cukup kesempatan untuk mengalami pengalaman yang berbeda dan mengembangkan diri masing-masing secara optimal dan berkembang menjadi individu yang unik. |