Munculnya PRTA disebabkan oleh kemiskinan yang dialami oleh keluarga mereka, sehingga mereka terpaksa berhenti sekolah dan mencari pekerjaan untuk membantu perekonomian keluarganya. Lebih khusus lagi bagi anak-anak perempuan yang sejak kecil sudah diajarkan keterampilan kerumahtanggaan, ketika harus berhenti sekolah dan tidak mempunyai pengalaman bekerja, mereka memilih menjadi PRTA, karena yang mereka miliki hanyalah keterampilan kerumahtanggaan. Tetapi sampai sekarang ini sepertinya perlindungan terhadap mereka secara hukum belum ada. Dengan tidak adanya perlindungan hukum bagi mereka, maka perlindungan sosial terhadap mereka juga sulit untuk ditegakkan, mereka sulit memperjuangkan hak-haknya serta rentan terhadap adanya kekerasan. Sebagai pekerja seharusnya mereka mendapat perlindungan, apalagi bila pekerja itu anak-anak, maka perlindungan terhadap mereka pun harus memenuhi segala aspek. Terhadap PRTA, seharusnya mereka mendapat perlindungan dari tiga aspek, aspek ketenagakerjaan, perlindungan anak dan perempuan. Ketiga aspek inilah yang hendak dibangun oleh para LSM yang menangani langsung masalah PRTA ini, salah satu caranya adalah dengan konsep sanggar. Konsep sanggar ini merupakan tempat para PRTA untuk mengembangkan kepribadiannya. Di dalam sanggar ini para PRTA belajar mengenai keterampilan, seni, berorganisasi, berdiskusi, dan lain-lain. Pemerintah juga perlu meningkatkan program sekolah sembilan tahun gratis bagi para orang kurang mampu sampai ke pelosok daerah. Penyadaran akan pentingnya pendidikan bagi anak juga dilakukan terhadap calon PRTA, orang tua, dan masyarakat setempat. Selain itu diharapkan bahwa PRTA mempunyai kontrak kerja tertulis, untuk melindungi mereka sendiri maupun majikannya. |