Konflik yang terjadi di Kosovo, dipicu oleh dicabutnya status otonom propinsi Kosovo (yang mayoritas di huni oleh etnis Albania-Kosovo) oleh pemerintah pusat dan menimbulkan berbagai reaksi dan kekerasan. Aksi-aksi tersebut menyebabkan masalah kedaulatan yang dituntut oleh Kosovo. Sebagai negara yang berdaulat dan untuk mencegah pepecahan, Serbia menolak segala aksi yang dilakukan oleh Kosovo, sehingga berdampak pada pecahnya konflik terbuka antara Kekuatan Militer Serbia dengan Kekuatan Militer Pejuang Etnis Albania Kosovo ( KLA ). Dan konflik tersebut ditakutkan meluas ke negara-negara yang berbatasan dengan Serbia, maka NATO mengambil suatu tindakan untuk menetralisir keadaan tersebut, mengingat anggota-anggota NATO, seperti : Italy, Yunani, dan Hungaria, terletak berbatasan dengan Serbia. NATO pun mulai terlibat dalam konflik yang terjadi di Kosovo, diawali dengan upaya pencarian solusi damai melalui beberapa pertemuan antara pihak yang bertikai. Untuk selanjutnya dalam mencegah meluasnya konflik, NATO melakukan tindakan-tindakan dengan operasi kekuatan militer udara terhadap instalasi dan infra struktur yang terdapat di seluruh daerah Serbia. Kelibatan NATO tersebut merupakan suatu “strategi keamanan” NATO pasca perang dingin dan mungkin juga ditakutkan oleh NATO bahwa konflik di Kosovo dapat menganggu stabilitas keamanan di sekitar wilayah konflik, khususnya Eropa secara umum. |