Motivasi Hidup Membiara menurut Agudo (1988) adalah suatu dorongan mempersembahkan diri kepada Allah melalui “pernikahan/ikatan suci” dengan mengikrarkan kaul-kaul kebiaraan pada suatu lembaga religius (kongregasi). Motivasi hidup membiara terdiri dari motivasi ekstrinsik, intrinsik dan adikodrati. (1) Motivasi ekstrinsik adalah suatu dorongan yang berasal dari luar diri yang menarik seseorang untuk hidup membiara. Misalnya latar belakang keluarga dan pengaruh lingkungan. (2) Motivasi intrinsik adalah suatu dorongan yang berasal dari dalam diri untuk melayani Tuhan dan sesama melalui lembaga hidup bakti (hidup membiara) (3) Motivasi adikodrati adalah suatu dorongan untuk melakukan kehendak Tuhan, menyerahkan diri secara utuh kepada Tuhan dan sesama, bertekun dalam doa, setia dalam komitmen, dan siap melayani umat tanpa pamrih. Penelitian ini akan membahas dua kasus. Kasus A seorang biarawati yang sedang mengucapkan kaul sementara sedangkan kasus B seorang biarawati yang mengucapkan kaul kekal. Kasus A memilih hidup membiara sampai tahap novis memiliki motivasi ekstrinsik dan intrinsik namun melalui pendampingan dan pengenalan spiritual kongregasi sehingga memiliki motivasi adikodrati setelah mengucapkan kaul sementara. Kasus A berharap setelah mengucapkan kaul kekal tetap memiliki motivasi adikodrati dengan cara mengintegrasikan antara hidup doa, karya dan persaudaraan. Kasus B memilih hidup membiara sampai pada tahap novis memiliki motivasi ekstrinsik dan intrinsik tetapi setelah mengucapkan kaul sementara dan kaul kekal memiliki motivasi adikodrati karena ingin melayani sesama demi Kerajaan Allah. Hasil penelitian baik kasus A dan B menunjukkan adanya persamaan memiliki motivasi adikodrati setelah mengucapkan ke tiga kaul (ketaatan, kemurniaan dan kemiskinan). Kedua kasus menyadari doa adalah suatu kebutuhan menjawab panggilanNya, segala perilaku terdorong oleh keinginan melayani sesama terutama orang-orang miskin, dapat menyisihkan keinginan-keinginan yang menarik dimata dunia, mampu membina diri, menjalin kerjasama dengan sesama dan mampu menghayati karya sebagai persembahan diri kepada Allah. Motivasi adikodrati tetap dimiliki maka setiap suster, para pembina dan pimpinan umum kongregasi menjalin kerjasama yang baik, saling mendukung dalam persaudaraan, hidup doa, dan karya. |