Dalam sistem hukum Indonesia, kita mengenal dua bentuk subyek hukum yaitu orang dan badan hukum, tetapi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana kita hanya mengakui orang sebagai subyek hukumnya. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berlaku dan menjadi sumber hukum pidana utama di Indonesia hanya mengenal tindak pidana yang dilakukan oleh orang-perorangan. Padahal tindak pidana tidak hanya dapat dilakukan oleh orang, badan hukum pun juga dapat melakukan kejahatan bahkan mengakibatkan kerugian yang lebih parah bagi masyarakat. Permasalahan yang timbul ketika kita mencari siapa yang harus bertanggung jawab atas tindak pidana yang dilakukan oleh badan hukum. Banyak teori yang menjelaskan pertanggungjawaban pidana pada tindak pidana korporasi. Ada yang menganut pemahaman bahwa korporasi mampu bertanggung jawab terhadap tindak pidana yang dilakukannya seperti halnya orang. Di lain pihak, ada yang menganut paham yang mengatakan bahwa atas tindak pidana yang dilakukan korporasi, yang bertanggung jawab adalah orang yang berada di dalam organisasi badan hukum tersebut. Kesimpulan yang didapatkan dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan adalah bahwa pertanggungjawaban korporasi dalam Hukum Pidana Indonesia (Perundang-undangan diluar KUHP), tidak dapat digunakan karena mengandung beberapa kelemahan. Untuk itu hal-hal yang perlu diperhatikan adalah : Perlunya kejelasan tentang subyek tindak pidana, penerapan sistem pemidanaan denda ganda, perumusan dalam pasal atau sub bab tersendiri mengenai pertanggungjawaban pidana korporasi, pembatasan waktu pembayaran denda, dan pembenahan Hukum Pidana Indonesia. |