Penggunaan varietas hibrida untuk beberapa tanaman pangan seperti jagung dan padi maupun beberapa tanaman palawija telah terbukti dapat meningkatkan produktivitas hasil tanaman secara signifikan. Faktor utama untuk dapat mengembangan varietas hibrida adalah ketersedian calon tetua berupa galur-galur murni. Pembentukan galur murni dengan teknik konvensional melalui penyerbukan sendiri yang terkontrol membutuhkan waktu sekitar tujuh generasi. Hal ini tentunya tidak efisien dilihat dari segi waktu, tenaga dan dana yang harus diinvestasikan. Pemanfatan teknologi haploid yang mencakup induksi dan regenerasi embrio dari sel gamet secara in vitro yang dilanjutkan dengan pembentukan tanaman haploid dan haploid ganda (’doubled haploid’ disingkat HG), merupakan cara tercepat untuk mencapai homosigositas atau me mbentuk galur murni karena hanya membutuhkan waktu satu generasi. Penelitian untuk mengembangkan prosedur yang efisien dalam memproduksi tanaman HG dari beragam genotipe cabai lokal Indonesia (Capsicum annuum L.) dilakukan dengan menguji dan mempelajari beberapa prosedur kultur antera dan kultur mikrospora serta kombinasi dan modifikasinya. Hasilnya, prosedur kultur sebar- mikrospora (‘shed-microspore culture’ disingkat KSM) dipilih dan dikembangkan dalam penelitian. Prosedur KSM ini, dari efisiensinya dalam memproduksi tanaman HG, melampaui semua prosedur yang telah dilaporkan sebelumnya untuk produksi tanaman HG cabai. Prosedur KSM yang telah dikembangkan dan terbukti efisien, akan segera diterapkan dan digunakan untuk memproduksi tanaman HG secara rutin guna percepatan penelitian genetik dan pemuliaan cabai di Indonesia, khususnya untuk pengembangan varietas hibrida cabai lokal Indonesia. |