Perkawinan dalam konsep manapun memiliki tujuan untuk menciptakan keluarga yang tenang, tentram dan sejahtera lahir bathin. Disamping itu perkawinan dilaksanakan untuk mencapai kehidupan keluarga yang sakinah mawadah dan warahmah, yang sesuai dengan prinsip-prinsip ajaran agama, khususnya agama Islam. Tetapi dalam pelaksanannya, perkawinan mengalami pergeseran nilai dan makna yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Kawin kontrak (mut’ah) yang pernah diperbolehkan dalam masyarakat tertentu dengan batas waktu tertentu serta kondisi tertentu yang kemudian dilarang untuk selama-lamanya itu masih menjadi dilema dikalangan masyarakat pada saat ini. Untuk menjawab permasalahan di atas, dilakukan penelitian pustaka dan wawancara 10 perempuan yang melakukan kawin kontrak (di Kecamatan Warungkondang Kabupaten Cianjur). Dari sekian banyaknya penduduk di kecamatan Warungkondang kabupaten Cianjur, terdapat beberapa pelaku kawin kontrak (Mut’ah) yang pada kenyataannya semua ini terjadi karena terdesak masalah ekonomi. Untuk mengatasi terjadinya hal tersebut, adalah sangat sulit karena hal ini terkait dengan pilihan hidup seseorang. Artinya bahwa seseorang bebas menentukan pilihan untuk melakukan perkawinan, baik perkawinan yang memenuhi syari’at Islam maupun perkawinan yang tidak sesuai dengan syari’at Islam yaitu kawin kontrak (Mut’ah), dengan segala resiko yang dihadapi. Melihat kenyataan yang demikian,maka sudah seharusnya semua pihak menghilangkan anggapan bahwa kawin kontrak (mut’ah) diperkenankan oleh agama Islam. Karena sudah jelas, kawin kontrak (Mut’ah) ini telah dilarang untuk selama-lamanya melalui hadits Nabi Muhammad SAW yang dijamin kesahihannya. Serta dalil-dalil yang dipergunakan oleh ulama Syi’ah dalam melegalkan kawin Mut’ah tidak bisa dijadikan acuan untuk menetapkan hukum kawin mut’ah. |