ASEAN merupakan organisasi regional di wilayah Asia Tenggara yang memiliki beberapa prinsip fundamental. Salah satu prinsip fundamental yang dianut ASEAN adalah prinsip non-intervensi, dimana prinsip ini mengatakan bahwa ASEAN termasuk anggota-anggotanya tidak boleh melakukan intervensi terhadap masalah internal yang dihadapi oleh salah satu negara anggota. Tetapi seiring perkembangan jaman, prinsip yang memberikan suatu wujud nyata penghormatan terhadap kedaulatan masing-masing negara anggota itu dipertanyakan fungsi dan kekuatannya. Apakah prinsip non-intervensi masih tetap dipertahankan oleh ASEAN sebagai suatu prinsip fundamental atau sudah dikesampingkan? Mengingat banyaknya kejadian-kejadian di beberapa negara anggota yang telah melanggar HAM dan genocide, terjadi perdebatan antara anggota internal ASEAN masalah pengaruh prinsip fundamental dalam kehidupan berorganisasi dan mencapai cita-cita ASEAN, serta beralihnya prinsip non-intervensi menjadi hambatan perkembangan ASEAN. Dalam kasus di Myanmar yang berkepanjangan, ASEAN mengenyampingkan prinsip non-intervensi dengan melakukan intervensi secara persuasif terhadap masalah internal yang terjadi di negara tersebut. Intervensi ini berkaitan dengan sifat pemerintahan yang memimpin Myanmar, dalam hal ini pemerintahan junta militer memimpin Myanmar dengan otoriter dan dikatakan sebagai salah satu “worst regims” di dunia. Tidak hanya itu, pemerintahan junta militer juga menahan Aung San Suu Kyi (peraih nobel perdamaian) dan 1100 tahanan politik lain tanpa diketahui kapan akan dibebaskan. Walaupun telah mendapat banyak kecaman dari negara-negara barat disertai dengan intervensi oleh ASEAN, pemerintahan junta militer tidak secara langsung melakukan pembenahan dan tetap memerintah secara absolut di negara Myanmar. |