Upaya kesehatan didahului pasien dengan mempercayakan penyembuhan penyakit kepada dokter bahkan pasien pasrah saja bila terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Apabila dalam pelayanan pengobatan dokter lalai dalam mendiagnosis atau hasil kerja yang diharapkan tidak sesuai, maka dokter dapat dikatakan melakukan wanprestasi dan perbuatan melawan hukum. Skripsi ini membahas perbedaan antara wanprestasi dan perbuatan melawan hukum dalam transaksi terapeutik. Penyusunan Skripsi dengan metode penelitian yuridis normatif ini mengutip data dari bahan-bahan hukum yaitu Buku III KUHPerdata, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, dan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Untuk membahas permasalahan ini dibutuhkan KUHPerdata yang menjadi dasar dari transaksi terapeutik. Hasil penelitian ini, menyimpulkan bahwa transaksi terapeutik tidak menjamin dokter bebas dari tindakan wanprestasi dan perbuatan melawan hukum. Tindakan dokter dapat dikategorikan sebagai wanprestasi, bila dokter yang seharusnya melaksanakan prestasi sesuai dengan apa yang diperjanjikan demi mewujudkan hasil nyata yang diharapkan (Resultaatsverbintenis), ternyata tidak membuahkan hasil yang sempurna. Tindakan dokter dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum, bila dokter yang seharusnya melakukan upaya penyembuhan secara maksimal dan tidak menyimpang dari standar yang ditentukan (Inspanningsverbintenis), ternyata melakukan kesalahan dalam melakukan upaya penyembuhan. Hubungan dokter dan pasien di atur dalam Buku III KUHPerdata, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, dan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Namun, dalam aplikasinya, dokter belum dapat memberikan pelayanan sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pasien, bahkan dapat dikatakan, undang-undang ini secara represif dan preventif belum dapat melindungi hak-hak pasien. |