Seperti telah diketahui bersama, banyak sekali perusahaan multilevel bermunculan baik yang legal maupun tidak. Kesemuanya ini kemudian ternyata menyedot banyak peminat, sehingga banyak orang yang bergabung menjadi anggota MLM. Dengan berjalannya waktu dan oleh karena berbagai sebab ternyata seringkali anggota MLM yang bergabung ini tidak berhasil seperti apa yang sebelumnya mereka harapkan dan tidak juga seperti yang dijanjikan oleh perusahaan multilevel yang bersangkutan. Munculnya UUPK yang membela hak-hak konsumen, diharapkan UUPK mampu memberikan perlindungan hukum dan mampu membela hak-hak anggota MLM selaku konsumen. UUPK hanya membela hak-hak konsumen akhir. Dalam praktiknya, anggota MLM seringkali dirugikan dalam posisinya sebagai konsumen, namun status anggota MLM itupun tidak jelas apakah ia dapat dianggap sebagai konsumen ( konsumen akhir ) atau bukan konsumen ( konsumen antara/distributor ). Oleh karena itulah perlu dikaji lebih lanjut apakah seorang anggota MLM dapat digolongkan sebagai konsumen sesuai dengan apa yang diisyaratkan oleh UUPK. Sehubungan dengan masalah tersebut maka perlu dikaji pula obyek yang diperdagangkan dalam MLM, sebab jika obyek yang diperdagangkan dalam MLM ternyata tidak dapat dikategorikan sebagai barang maka dengan sendirinya tidak perlu lagi ditentukan status anggota MLM tersebut apakah ia konsumen atau bukan, karena UUPK hanya meng-cover barang dan jasa sebagai obyek transaksi konsumen. Ternayata ketidakjelasan status ini dikarenakan dalam setiap transaksinya, anggota MLM dapat menempati posisi yang berbeda, yaitu dapat menempati posisi sebagai konsumen pada satu transaksi dan posisi bukan konsumen pada transaksi yang lain, bahkan dapat menempati kedua posisi ini seklaigus dalam satu transaksi. Hal ini didukung pula oleh objek dan statusnya pula yang berbeda dalam setiap transaksi yang dilakukan sebab hal ini akan berpengaruh pada perlindungan hukum yang dapat diberikan kepada setiap anggota MLM |