(E) Protokol Kyoto 1997 adalah sebuah instrumen hukum yang dirancang untuk menerapkan Konvensi Perubahan Iklim yang bertujuan untuk menstabilkan konsentrasi gas rumah kaca agar tidak mengganggu sistem iklim bumi. Protokol Kyoto 1997 menetapkan aturan mengenai tata cara, target, mekanisme penurunan emisi, kelembagaan, serta prosedur penataan dan penyelesaian sengketa dalam penurunan emisi gas rumah kaca. Sebagai negara berkembang Indonesia tidak memiliki kewajiban untuk menurunkan emisi gas rumah kacanya. Tetapi dengan meratifikasi Protokol Kyoto 1997, Indonesia dapat berpartisipasi dalam mengimplementasikan Protokol Kyoto 1997 melalui Mekanisme Pembangunan Bersih. Mekanisme Pembangunan Bersih dapat dilakukan di dua sektor, yaitu sektor energi dengan menghasilkan energi terbarukan dan efisiensi energi dan sektor kehutanan melalui aforestasi dan reforestasi. Dalam pelaksanaannya masih terdapat beberapa kelemahan. Di sektor energi kelemahannya adalah belum dibentuk dan ditetapkannya peraturan yang mengikat secara hukum mengenai energi terbarukan. Sedangkan di sektor kehutanan yang menjadi kelemahan adalah tidak jelasnya ketentuan yang terdapat peraturan perundang-undangan Indonesia yang terkait dengan pelaksanaan Mekanisme Pembangunan Bersih di sektor kehutanan. Oleh sebab itu, di sektor energi pemerintah perlu membentuk dan menetapkan ketentuan yang mengikat secara hukum mengenai energi terbarukan. Dan di sektor kehutanan pemerintah perlu merumuskan dengan tegas peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pelaksanaan Mekanisme Pembangunan Bersih. |