Anda belum login :: 23 Nov 2024 07:58 WIB
Detail
ArtikelEtika Anti Kekerasan: Perspektif Post Modernisme Richard Porty  
Oleh: Nugroho, Aloisius Agus
Jenis: Article from Journal - ilmiah nasional - tidak terakreditasi DIKTI - atma jaya
Dalam koleksi: Respons: Jurnal Etika Sosial vol. 8 no. 2 (Dec. 2003), page 63-77.
Topik: POST MODERNISME; Moral Patient; Etika Anti-Kekerasan; Richard Rorty; Post Modernisme
Fulltext: Etika Anti Kekerasan Perspektif Post Modernisme Richard Porty.pdf (12.75MB)
Ketersediaan
  • Perpustakaan Pusat (Semanggi)
    • Nomor Panggil: RR11.3
    • Non-tandon: 1 (dapat dipinjam: 0)
    • Tandon: tidak ada
    Lihat Detail Induk
  • Perpustakaan PKPM
    • Nomor Panggil: R20
    • Non-tandon: 1 (dapat dipinjam: 0)
    • Tandon: tidak ada
    Lihat Detail Induk
Isi artikelTulisan ini didasarkan pada dua buku dari Ricahard Rorty Philosophy and the Mirror of Nature dan Contigency, Irony and Solidarity. Pada buku yang disebut pertama, Rorty menghadirkan konsep conversation yang dikaitkan dengan perbincangan tentang obyektMtas, kebenaran, dan juga etika, khususnya etika anti-kekerasan, non-cruelty. Menurut Rorty, tidak ada kebenaran, obyektivitas, maupun etika yang berlaku universal. Semuanya bersifat konversasional. Namun tidak berarti Rorty menganut paham relativisme. Rortyjustru menggunakan konsep kontingensi, seperti terungkap dalam bukunya yang kedua. Gagasan ini mengacu pada penolakan terhadap fondasi universal yang diasumsikan secara apriori, seperti tampak dalam filsafat modern, misalnya, dalam imperatifkategorisnya Immanuel Kant. Bagi kaum liberal ironis” dimana Rorty menjadi bagian di dalamnya, ekspektasi “non-ruelty” itu bersifat kontingen, tetapi ekspektasi itu dapat diperluas melampaui batas-batas komunitas sendiri. Dari situlah terbangun solidaritas yang semakin luas untuk mencegah terjadinya kekejaman, “cruelty”. Universalisasi ethos dan norma anti-kekerasan ni merupakan sebuah upaya, sesuatu yang dipercakapkan dalam persentuhan dengan budaya-budaya lain, dan bukan sesuatu yang sudah ada atau yang ditemukan. Dengan cara ini norma dan ethos anti-kekerasan menjadi universal, menjadi “moralitas umat manusia”, dan bukan hanya moralitas dan ethos komunitas lokal. Yang berperan penting dalam upaya ini adalah para “penyair besar”, para pujangga, budayawan, dan kaum intelektual. Pandangan Rorty ini mengindikasikan adanya “commensurability” dalam hal moralitas dan nilai-ni!ai, dan sekaligus mematahkan tesis “incommensurabilty”. Upload full-text_Ali Nurdin_Januari 2024
Opini AndaKlik untuk menuliskan opini Anda tentang koleksi ini!

Kembali
design
 
Process time: 0.015625 second(s)